Monday, February 13, 2023

Hukum Tato


Jumhur ulama umumnya sepakat membuat tato pada tubuh manusia hukumnya haram. Ada banyak dalil terkait dengan tato, baik di dalam Al-Quran Al-Kariem maupun hadist nabawi.

Dan aku benar-benar akan membayangkan mereka, dan akan membangkitkan tangan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar- benar mereka memodifikasinya. Barangsiapa yang menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata." (QS. An-Nisa': 119)

Makna mengubah ciptaan Allah SWT menurut Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu adalah dengan mentato.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau pernah berlibur: "Allah Subhanahu wa Ta'ala melaknati wanita. yang menyambung rambut, dan yang meminta untuk disambungkan, wanita yang mentato dan meminta ditatokan." (HR.Al-Bukhari)

Dalam hadits Nabi SAW:

Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu'anhu berkata: "Allah melaknat perempuan-perempuan yang mentato dan yang meminta ditato, yang mencukur rambut (alis), dan yang mengikir giginya untuk memperindah, yang mengubah ciptaan Allah SWT (HR. Bukhari)

Sebagian ulama dari kalangan mazhab Al-Malikiyah dan Asy- Syafi'iyah memandang bahwa membuat tato pada tubuh manusia itu termasuk dosa besar. Sedangkan sebagian ulama berikutnya dari mazhab Al-Malikiyah mengatakan bahwa mentato itu karahiyah (tidak disukai).

Pengecualian

Meski secara umum para ulama mengharamkan tato pada tubuh manusia, namun sebagian ulama memberi kesenangan dengan catatan tertentu sehingga hukumnya menjadi boleh. Di antaranya: 

1. Hiasan Tubuh Wanita Seizin Suaminya Kebolehan ini karena buat sebagian masyarakat tertentu, tato merupakan perhiasan bagi wanita. Dan bila suaminya telah memberi izin atas hal itu, sebagian ulama membolehkannya.

Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahuanha bahwa dibolehkan bagi seorang wanita untuk berdandan dengan tato demi untuk suaminya

2. Tato Untuk Pengobatan

Di masyarakat tertentu tato dimanfaatkan sebagai sarana pengobatan yang bersifat darurat. Maka oleh sebagian ulama hal itu diperbolehkan, dengan kaidah fiqhiyah yang populer, yaitu

Kedaruratan itu membolehkan larangan

Namun alasan ini oleh sebagian ulama yang lain tidak bisa diterima, mengingat bahwa ada dalil yang menyebutkan bahwa Allah SWT tidak menurunkan penyakit kecuali ada obatnya, dan Allah SWT tidak menurunkan obat dari barang-barang yang diharamkan.

Kenajsan Tato

Ketika seseorang membuat tato pada tubuhnya, sebenarnya ada darah yang keluar dari tubuhnya dan terjebak di dalam tato itu. Oleh karena itu para ulama mengharamkan tato karena mengandung najis.

Namun mazhab Al-Hanafiyah mengatakan bahwa darah yang masih segar pada tato memang najis dan harus dihilangkan. Namun bila bekas najis itu sudah mengering dar. tidak bisa dihilangkan lagi, hukumnya tidak mengapa. Bahkan seseorang boleh shalat dengan tetap ada tatonya.

Al-Malikiyah juga mengatakan bahwa bila pda tato itu ada darah, memang hukumnya najis. Namun dalam hal ini najisnya termasuk yang dimaafkan. Dan seseorang tidak dibebani untuk menghilangkannya. Shalat dengan badan bertato pun hukumnya sah.

Sedangkan mazhab Asy-Syafi'iyah berpendapat bahwa darah itu wajib dihilangkan, selama tidak membahayakan. Tetapi bila membahayakan, tidak harus dihilangkan. Tidak ada dosa atasnya bila telah bertaubat. Shalatnya pun sah bahkan sah juga bila menjadi imam.”

Tato Tidak Membasahi Air Wudhu dan Mandi

Alasan lain yang sering dikemukakan orang ketika melarang membuat tato pada tubuh adalah karena tato dianggap sebagai penghalang sampainya air wudhu atau mandi janabah ke kulit. Sehingga wudhu atau mandi janabah menjadi tidak sah, karena bagian yang ada tatonya tidak terkena udara.

Namun pendapat ini kurang mendapat dukungan, karena yang sebenarnya tidak demikian. Karena tato yang merupakan raja pada kulit itu tidak membentuk lapisan yang menghalangi basahnya kulit dari air wudhu' dan mandi janabah.

Warna yang ada pada tato itu berada di dalam kulit dan bukan di luar kulit atau di atasnya. Sehingga pada hakikatnya, air tidak terhalang untuk membasahi kulit.

Jasa Membuat Tato

Para ulama melarang bahwa jasa untuk membuat tato pada orang lain hukumnya haram. Bahkan Al-Hanafiyah mengatakan bahwa penyelesaian dari jasa membuat tato itu termasuk sulit.

Dan Anda akan melihat kebanyakan dari mereka bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sungguh sangat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. (QS. Al-Maidah: 62)

Hukum Mewarnai Rambut


Hukum Mewarnai Rambut rambut tidak terlarang asalkan bukan berwarna hitam. Bahkan dalam konteks upaya membedakan diri dari pemeluk agama lain dimasa itu, Rasulullah pernah memerintahkan untuk menyemir atau mewarnakan rambut. Sebagaimana yang bisa kita baca di dalam hadits Rasulullah SAW berikut ini: 

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya orang- orang Yahudi tidak mau menyemir rambut, karena itu berbedalah kamu dengan mereka." (HR. Bukhari)

Perintah di sini mengandung arti sunnah bukan kewajiban. Sehingga dikerjakan oleh sebagian sahabat, misalnya Abubakar dan Umar, sedang shahabat yang lain tidak melakukannya, seperti Ali, Ubai bin Kaab dan Anas. 

Tetapi warna apakah semir yang dibolehkan itu? Dengan warna hitam dan yang lainkah atau harus menjauhi hitam? Namun yang jelas, bagi orang yang sudah tua, ubannya sudah merata baik di kepalanya ataupun jenggotnya, tidak layak menyemir dengan warna hitain.

Oleh karena itu tatkala Abu Bakar membawa ayahnya, Abu Kuhafah, ke hadapan Nabi pada hari penaklukan Makkah, sedang Nabi melihat rambutnya bagaikan pohon tsaghamah yang serba putih buahnya mau pun bunganya, beliau bersabda: 

Ajaklah dia kepada istri-istrinya agar mereka mengubah warna rambutnya tetapi jauhilah warna hitam." (HR. Muslim)

Adapun orang yang tidak seumur dengan Abu Kuhafah (yakni belum begitu tua), tidaklah berdosa apabila menyemir rambutnya itu dengan warna hitam. Dalam hal ini, Az-Zuhri pernah berkata, "Kami menyemir rambut dengan warna hitam apabila wajah masih nampak muda, tetapi kalau wajah sudah mengerut dan gigi pun telah goyah, kami tinggalkan warna hitam tersebut."

Termasuk yang membolehkan menyemir dengan warna hitam ini ialah segolongan dari ulama salaf termasuk para sahabat, seperti Saad bin Abu Waqqash, Uqbah bin Amir, Hasan, Husain radhiyallahuanhum, Jarir dan lain-lain. Sedang dari kalangan para ulama ada yang berpendapat tidak boleh menyemir rambut dengan warna hitam kecuali dalam keadaan perang, supaya dapat menakutkan musuh, kalau mereka melihat tentara-tentara Islam semuanya masih nampak muda.

Dalil lainnya tentang kebolehan mewarnai rambut adalah:

Dari Abu Dzar ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik bahan yang dipakai untuk menyemir ialah pohon inai dan katam." (Riwayat Tarmizi dan Ashabussunan) 

Inai berwarna merah, sedang katam sebuah pohon yang tumbuh di zaman Rasulullah SAW yang mengeluarkan zat berwarna hitam kemerah-merahan.

Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa Abubakar menyemir rambutnya dengan inai dan katam, sedang Umar hanya dengan inai saja. Hinna' adalah pewarna rambut berwarna merah sedangkan katam adalah pohon Yanan yang mengeluarkan zat pewarna hitam kemerah-merahan. Secara rebih rinci lagi, mari kita lihat sekilas bagaimana konfigurasi singkat pendapat para ulama tentang mengecat atau mewarnai rambut dengan warna hitam:Ulama Hanabilah, Malikiyah dan Hanafiyah menyatakan bahwasanya mengecat dengan warna hitam dimakruhkan. kecuali bagi orang yang akan pergi berperang karena ada ijma yang menyatakan kebolehannya.

Abu Yusuf dari ulama Hanafiyah berpendapat bahwasanya mengecat rambut dengan warna hitam dibolehkan. Hal iniberdasarkan sabda Rasulullah SAW:

"Sesungguhnya sebaik-baiknya warna untuk mengecat rambut adalah warna hitam ini, karena akan lebih menarik untuk istri-istri kalian dan lebih berwibawa di hadapan musuh-musuh kalian". (Tuhfatul Ahwadri)

Ulama Madzhab Syafi'i berpendapat bahwasanya mengecat rambut dengan warna hitam diharamkan kecuali bagi orang-orang yang akan berperang. Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah SAW:

"Akan ada pada akhir zaman orang-orang yang akan mengecat rambut mereka dengan warna hitam, mereka tidak akan mencium bau surga" (HR.Abu Daud, An-Nasa'i, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)

Saturday, February 11, 2023

Mensucikan Pakaian Terkena Najis



Apabila pakaian seseorang terkena najis, maka pakaian itu tidak memenuhi syarat untuk dikenakan dalam shalat dan berbagai ibadah ritual lainnya. Allah SWT berfirman:

Dan pakaianmu, bersihkanlah. (QS. Al-Muddatstsir :4)

Untuk itu, bila najisnya masih terlokalisir pada bagian tertentu, maka pada bagian yang terkena najis itu harus dibersihkan, baik dengan dicuci atau dengan cara-cara lainnya.

1. Pencucian

Sudah tidak perlu diperdebatkan lagi bahwa hampir secara keseluruhan proses pensucian najis dilakukan dengan cara mencuci benda itu dengan air agar hilang najisnya. Baik najis ringan, sedang maupun berat. 

Dan umumnya para ulama mengatakan bahwa najis itu punya tiga indikator, yaitu warna, rasa dan aroma. Sehingga proses pensucian lewat mencuci dengan air itu dianggap telah mampu menghilangkan najis manakala telah hilang warna, rasa dan aroma najis setelah dicuci. 

2. Mengesetkan Alas Kaki 

Bila yang terkena adalah alas kaki seperti sepatu atau sendal, maka salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengesetkan sandal atau sepatu yang terkena najis ke tanah tanpa tanpa mencucinya. Dan hal itu dibenarkan dalam syariah Islam, sebagaimana hadits berikut ini:

Dari Abi Said Al Khudri berkata bahwasanya Rasulullah SAWshalat kemudian melepas sandalnya dan orang-orang pun ikut melepas sandal mereka, ketika selesai beliau bertanya: "Kenapa kalian melepas sandal kalian?" mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, kami melihat engkau melepas sandal maka kami juga melepas sandal kami," beliau bersabda: "Sesungguhnya Jibril menemuku dan mengabarkan bahwa ada kotoran di kedua sandalku, maka jika di antara kalian mendatangi masjid hendaknya ia membalik sandalnya lalu melihat apakah ada kotorannya, jika ia melihatnya maka hendaklah ia gosokkan kotoran itu ke tanah, setelah itu hendaknya ia shalat dengan mengenakan keduanya." (HR. Ahmad)

Di dalam hadits yang lain disebutkan juga perihal mengeset sendal ke tanah sebelum shalat.

Bila sepatu atau sandal kalian terkena najis maka keset-kesetkan ke tanah dan shalatlah dengan memakai sendal itu. Karena hal itu sudah mensucikan (HR. Abu Daud)


3. Di Atas Tanah


Salah satu bentuk pensucian yang pernah dilakukan di masa Rasulullah SAW adalah benda yang terkena najis itu terseret-seret di atas tanah.

Dalam hal ini kisahnya terjadi pada salah satu istri Rasulullah SAW, yaitu Ummu Salamah radhiyallahuanha. Beliau bercerita tentang pakaiannya yang panjang menjuntai ke tanah, sehingga kalau berjalan, ujung pakaiannya menyentuh tanah dan terserat-seret kemana beliau pergi.

Ketika disebutkan bahwa ujung pakaian itu terkena najis, Rasulullah SAW menngomentari bahwa najis itu dianggap telah hilang, karena ujung pakaian istrinya itu selalu menyentuh tanah sambil terseret.

Dari Ummi Salamah radhiyallahuanda berkata, "Aku adalah wanita yang memanjangkan ujung pakaianku dan berjalan ke tempat yang kotor. Rasulullah SAW berkata, "Apa yang sesudahnya mensucikannya". (HR. Abu Daud).

Para ulama dari berbagai mazhab seperti mazhab Al-Hanafiyah, Al- Malikiyah dan Al-Hanabilah menerima pensucian secara otomatis ini berdasarkan hadits di atas.

Mazhab Asy-Syafi'iyah, yang menerimanya dengan syarat asalkan najisnya itu kering, bukan najis yang basah. Kalau najisnya basah, terseret- seret di atas tanah itu tidak cukup sebagai cara untuk mensucikan, dan tetap harus dicuci terlebih dahulu.

Mazhab Al-Hanabilah menerima bahwa terseretnya ujung pakaian yang terkena najis di atas tanah memang mensucikan najis itu, asalkan najisnya tidak terlalu banyak. Hanya najis yang sedikit saja yang bisa disucikan dengan cara itu.

4. Pengerikan

Disebutkan di dalam salah satu hadits shahih bahwa Aisyah radhiyallahuanha mengerok (mengerik) bekas mani Rasulullah SAW yang sudah mengering di pakaian beliau dengan kukunya.

Dahulu Aku mengerik bekas mani Rasulullah SAW bila sudah mengering (HR. Muslim)

Hadits ini oleh jumhur ulama dijadikan dasar bahwa hukum air mani itu najis. Dan kalau kita memakai pendapat jumhur ulama bahwa air mani itu najis, maka pengerikan atau pengerokan dengan kuku yang dilakukan Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahuanha adalah salah satu cara mensucikan benda yang terkena najis.

Syaratnya, air mani itu sudah kering dan biasanya menyisakan lilin yang padat dan menempel di pakaian. Pengerikan itu sudah cukup untuk mensucikan itu dari najisnya air mani. 

Air Mani, Najiskah?

Para ulama memang berbeda pendapat tentang hukum najisnya air mani. Jumhur ulama seperti mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, dan Al- Hanbilah mengatakan bahwa air mani itu hukumnya najis.

Sedangkan mazhab Asy-Syafiziyah mengatakan bahwa meski semua benda yang keluar dari kemaluan depan atau belakang itu najis, tetapi air mani dan turunannya adalah pengecualian. Dan apa yang dikatakan itu bukan tanpa dasar, sebab kita menemukan bahwa Rasulullah SAW sendiri yang mengatakan bahwa mani itu tidak najis. 

Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang hukum air mani yang terkena pakaian. Beliau SAW menjawab, "Air mani itu hukumnya seperti dahak atau lendir, cukup bagi kamu untuk mengelapnya dengan kain. (HR. Al-Baihaqi)

Friday, February 10, 2023

Adab Dalam Perdagangan


Selain urusan halal haram, syariat Islam juga menganjurkan para pedagang untuk melaksanakan pekerjaannya dengan sepenuh adabnya Di antara adab-adab ketika berdagang adalah bersikap samahah berhati-hati dengan cara meninggalkan segala yang syubhat, bersikap amanah, memperbanyak sedekah dan juga tabkir..

1. Samahah

Adab berdagang yang paling utama adalah bersikap samahah alias toleran, memudahkan dan tidak memberatkan pihak lain. Sebab sikap menekan atau mau cari untung sendiri dengan merugikan pihak lain, selain tidak disenangi Allah, juga malah hanya akan berakibat buruk buat masa depan perdagangannya.

Salah satu modal utama dari perdagangan adalah prospek yang lebih depan yang cerah. Kuncinya justru adalah sikap yang toleran kepada sesama. Di dalam salah satu sabdanya Rasulullah SAW menekan hal itu.

Semoga Allah mengasihi seseorang yang bersikap toleran ketika menjual membeli dan memutuskan perkata. (HR. Bukhari)

Bahkan sikap memudahkan itu bukan hanya bermanfaat untuk di dunia ini, tetapi juga mendapatkan ampunan dari Allah di akhirat. Sebagai sabda Rasulullah SAW berikut ini:

Semoga Allah mengampuni orang yang sebelum kalian, yang mana da memudahkan kalau berjualan, membeli atau pun memutuskan perkara. (HRTirmizy)

2. Amanah

Adab yang juga sangat diperlukan oleh para pedagang adalah sikap yang jujur dan bisa dipercaya omongannya. Modal utama orang berdagang yang baik adalah lidahnya tidak mengecoh orang lain, biar usahanya tetap bisa berjalan terus.

Sebaliknya, pedagang yang modalnya hanya kepiawaian bersilat lidah, pandai memutar-balikkan kata, merayu-rayu dengan penuh kepalsuan, tidak akan pernah awet usahanya. Sebab lama kelamaan orang-orang pasti akan tahu sifatnya yang tidak bisa dipercaya.


Padahal kepercayaan justru menjadi pondasi utama dalam perdagangan yang awet dan besar. Kunci sukses para pengusaha besar yang berhasil tidak lain adalah faktor kejujuran dan sikap amanah. Di sisi lain, pedagang yang jujur dan amanah telah dijanjikan oleh Rasulullah SAW, bahwa nanti di akhirnya akan ditempatkan di posisi yang tinggi dan mulia, yaitu akan ditempat bersama-sama dengan para nabi shiddiqin dan juga para syuhada'.

Pedagang yang terpercaya dan jujur tempatnya bersama dengan para nabishiddiqin dan para syuhada'.

3. Sedekah

Sudah terbukti dan menjadi pengalaman banyak orang bahwa salah satu kunci sukses berdagang adalah banyak-banyak bersedekah. Rasulullah SAW bersabda:

Sesungguhnya setan dan dosa sama-sama hadir dalam jual-beli. Maka iringilah jual-beli itu dengan sedekah, karena sedekah itu memadamkan amarah Allah. (HR. Tirmizy)

4. Tabkir

Istilah tabkir kadang keliru dengan takbir. Makna istilah tabkir adalah berpagi-pagi mengawali usaha dagang. Istilah ini bisa dipahami secara harfiyah, yaitu memulai dagang sejak pagi hari. Semakin pagi semakin baik, karena akan semakin awal mendapatkan rejeki. Rasulullah SAW bersabda:

Ya Allah berkahilah umatku pada pagi mereka. (HR. At-Tirmizy)

Namun istilah 'berpagi-pagi ini juga bisa dimaknai secara majazi atau kiasan, yaitu rajin memulai usaha sebelum orang lain memulainya.

Friday, January 27, 2023

Menyambung Rambut

Wanita yang menyambung rambut dengan rambut orang lain disebut al-washilah, sedangkan wanita yang meminta agar rambutnya disambung dengan menggunakan rambut orang lain disebut al-mustaushilah.

Keduanya adalah bentukan dari kata dasar washila yang artanya menyambung rumbut.

1. Menggunakan Rambut Manusia

Yang disepakati umumnya oleh para ulama tentang keharaman menyambung rambut adalah bila sambungan itu terbuat dari rambut manusia (adami), sedangkan bila bahan rambut itu dari benda lain, maka para ulama berbeda pendapat

a. Jumbur Ulama

Jumbur fuqaha termasuk di dalamnya Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah Asy Syafiyah dan Al-Hanabilah seluruhnya sepakat bahwa menyambung rambut dengan rambut manusia (adami) hukumnya haram. Baik rambut sambungan itu berasal dari rambut laki-laki maupun dari rambut seorang perempuan.

Dalil yang mereka pergunakan adalah hadits nabawi berikut ini :

Dari Asma binti Abi Bakr radhiyallahuanho bahwa ada seorang perempuan yang menghadap Rasulullah SAW lalu berkata, "Telah kunikahkan anak gadisku setelah ini dia sakit sehingga semua rambut kepalanya rontok dan suaminya memintaku segera mempertemukannya dengan anak gadisku, apakah aku boleh menyambung rambut kepalanya Rasulullah lantas melaknat perempuan yang menyambung rambut dan perempuan yang meminta agar rambutnya disambung" (HR. Bukhari dan Muslim)

Selain hadits di atas, para ulama juga mengharamkannya dengan dasar hadits yang lain

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, "Allah melaknat perempuan yang menyambung rambutnya dan perempuan yang meminta agar rumbutnya disambung. (HR. Bukhari).

Adanya laknat untuk suatu amal itu menunjukkan bahwa amal tersebut hukumnya adalah haram. Dan juga ada hadits lainnya lagi yang tegas mengharamkan seseorang menyambung rambut dengan rambut manusia.

Dari Humaid bin Abdirrahman, dia mendengar Muawiyah bin Abi Sufyan saat musim haji di atas mimbar lalu mengambil sepotong rambut yang sebelumnya ada di tangan pengawalnya lantas berkata, "Wahai penduduk Madinah dimanakah ulama kalian aku mendengar nabi SAW bersabda melarang benda semisal ini dan beliau bersabda, 'Bani Israil Binasa hanyalah ketika perempuan-perempuan mereka memakai ini (yaitu menyambung rambut' (HR. Bukhari dan Muslim)

b. Pendapat Sebagian Al-Hanabilah

Namun ternyata ada juga sebagian pendapat yang masih membolehkan seorang wanita menyambung rambutnya dengan menggunakan rambut manusia (adami), yaitu satu qaul (pendapat) dari sebagian ulama Al-Hanabilah. 

Namun mereka mensyaratkan hal itu harus dengan seizin suaminya.Pendapat ini mengisyaratkan -wallahua'lam bahwa illat dari diharamkannya menyambung rambut buat wanita adalah bab penipuan. Maksudnya, seorang wanita diharamkan menipu suaminya, seolah-olah rambutnya lebat dan bagus, pahala rambut itu hanyalah rambut palsu.

Ada pun bila suami sudah tahu bahwa rambut itu hanyalah rambut palsu dan bukan rambut asli, maka 'illat keharamannya sudah tidak ada lagi.

2. Menggunakan Rambut Hewan

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menyambung rambut dengan menggunakan rambut atau bulu hewan. Mengingat bahwa keharaman menyambung rambut ini sebenarnya terbatas pada rambut manusia asli. Maksudnya, rambut sambungan itu memang benar-benar rambut manusia, yang sengaja dibuat sedemikian rupa untuk dijadikan sambungan. Seperti umumnya konde atau gelungan yang umumnya dipakai oleh kaum Hawa ketika mengenakan kebaya tradisional

Namun jika yang dijadkan sambungan itu bukan rambut manusia, namun rambut hewan, maka para ulama berbeda pandangan.

a. Al-Hanafiyah

Ulama Al-Hanafiyah dan sebagian ulama Al-Hanabilah mengatakan bahwa hukumnya dibolehkan apabila seorang wanita menyambung rambutnya dengan rambut atau bulu hewan.

b. Al-Malikiyah

Pendapat sebaliknya dari Al-Malikiyah dan sebagian ulama Al-Hanabilah. Mereka tetap bersikeras untuk mengharamkan seorang wanita menyambung rambut, meski pun dengan menggunakan rambut atau bulu hewan sekali pun.

Dalam hal ini sepertinya mereka memutlakkan pengharamannya berdasarkan nash-nash hadits secara zhahir, tanpa mempedulikan 'illat pengharamannya. Dan menyambung rambut dengan rambut atau bulu hewan dianggap termasuk juga dalam pengharaman secara umum.

c. As-Syafi'iyah 

Mazhab Asy-Syafi'iyah dalam hal ini membedakan berdasarkan rambut atau bulu hewan. Bila rambut atau bulu itu termasuk benda najis, maka hukum untuk menggunakannya sebagai sambungan rambut ikut menjadi haram juga. Sebaliknya, bila rambut atau bulu itu termasuk benda yang tidak najis, maka hukumnya ikut menjadi boleh.

Rambut atau bulu yang termasuk najis menurut mazhab ini adalah yang diambil dari bangkai, atau dari hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan ketika terlepas dari tubuh hewan itu saat masih hidup.

Bila yang dipakai adalah rambut atau hewan yang bukan najis, dalam hal ini mereka membedakan berdasarkan keadaan wanita yang menyambung rambutnya. 

- Tidak Bersuami

Wanita yang tidak bersuami diharamkan menambung rambut dengan menggunakan rambut atau bulu hewan.

- Bersuami

Bila wanita itu sudah bersuami, maka ada tiga pendapat. Pertama, tetap haram sesuai zhahirnya hadits. Kedua, sama sekali tidak diharamkan. Ketiga, bila dilakukan atas seizin suaminya, maka hukumnya boleh.

3.  Rambut Buatan

Yang dimaksud dengan rambut buatan adalah selain rambut manusia dan hewan. Dalam hal ini kita juga menemukan perbedaan pendapat di kalangan ulama:

a. Mazhab Al-Hanafiyah

Mazhab Al-Hanafiyah, dan juga Al-Hanabilah dalam mazhabnya, serta pendapat Al-Laits, Abu Ubaidah dan juga pendapat para ulama lainnya, menegaskan bahwa selama rambut yang digunakan bukan rambut manusia atau hewan, tetapi rambut buatan, entah dari plastik, nilon atau sutera, maka hukumnya tidak dilarang.

Dasarnya adalah atsar dari Aisyah radhiyallahuanha yang menjelaskan detail maksud dari larangan Nabi SAW 

Dari Sa'ad al Iskaf dari Ibnu Syuraih, Aku berkata kepada Aisyah bahwasanya Rasulullah melaknat perempuan yang menyambung rambutnya. 

Aisyah lantas berkomentar:

Subhanallah, tidaklah mengapa bagi seorang perempuan yang jarang- jarang rambutnya untuk memanfaatkan bulu domba untuk digunakan sebagai penyambung rambutnya sehingga dia bisa berdandan di hadapan suaminya. Yang dilaknat Rasulullah SAW hanyalah seorang perempuan yang rambutnya sudah dipenuhi uban dan usianya juga sudah lanjut lalu dia sambung rambutnya dengan lilitan (untuk menutupi ubannya).

 Maka hukumnya tidak termasuk yang dilarang. Rambut tiruan yang terbuat dari bulu hewan, atau memang buatan pabrik yang berbahan plastik dan bahan-bahan lainnya, para ulama tidak mengharamkannya

b. Pendapat Al-Malikiyah

Pendapat Al-Malikiyah dalam masalah rambut buatan sama sana dengan pendapat mereka ketika menggunakan rambut manusia dan hewan, yaitu mereka tetap bersikeras untuk mengharamkan seorang wanita menyambung rambut, apapun bahannya.

Al-Albani mengatakan bahwa menyambung rambut dengan bukan rambut baik dengan potongan kain ataupun yang lainnya termasuk dalam hal yang terlarang dengan dasar hadist berikut ini :

Dari Qotadah, dari Said bin Musayyib sesungguhnya Muawiyah pada suat hari berkata, "Sungguh kalian telah mengada-adakan perhiasan yang buruk. Sesungguhnya Nabi kalian melarang perbuatan menipu Kemudian datanglah seseorang dengan membawa tongkat Diujung tongkat tersebu terdapat potongan-potongan kain. Muawiyah lantas berkata, "Ingatlah, adalah termasuk tipuan". Qutadah mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah potongan-potongan kain yang dipergunakan perempuan untuk memperbanyak rambutnya (HR. Muslim).

Ibnu Hajar berkomentar bahwa hadits di atas adalah dalil mayoritas ulama untuk melarang menyambung rambut dengan sesuatu apapun baik berupa rambut ataupun bukan rambut.

#fikihkehidupan#menyambungrambut#rambut#fikihwanita

Thursday, January 26, 2023

Hukum Parfum Beralkohol


Hukum alkohol pada parfum sesungguhnya merupakan perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ada yang menganggapnya sebagai najis, dengan dalih bahwa alkohol itu identik dengan khamar. Dan khamar itu dianggap najis oleh mereka. Namun kebanyakan ulama tidak menganggapnya sebagai khamar, sehingga hukum Alkohol berbeda dengan hukum khamar.

1. Alkohol Adalah Khamar

Mereka yang mengatakan bahwa Alkohol adalah khamar menyandarkan pendapat mereka atas dasar bahwa minuman yang asalnya halal, akan menjadi khamar begitu tercampur Alkohol. Padahal sebelum dicampur Alkohol, makanan atau minuman itu tidak memabukkan, dan hukumnya tidak haram.

Maka karena keharaman itu datangnya setelah ada pencampuran dengan Alkohol, maka justru titik keharamannya terletak pada Alkohol itu sendiri. Oleh karena itu menurut pendapat ini, titik keharaman khamar justru terletak pada keberadaan Alkoholnya. Sehingga Alkohol itulah sesungguhnya yang menjadi intisari dari khamar. Atau dalam bahasa lain, Alkohol adalah biangnya khamar.

Maka menurut pendapat ini, semua hukum yang berlaku pada khamar, otomatis juga berlaku pada Alkohol, bahkan lebih utama Misalnya dalam urusan najis, karena jumhur ulama menajiskan khamar. maka otomatis Alkohol pun merupakan benda najis, bahkan biang najis

Ketika para ulama mengatakan bahwa wudhu' menjadi batal karena terkena najis, maka orang yang memakai parfum beralkohol pun terkena najis, sehingga dianggap wudhu'nya dianggap batal. Di antara mereka yang berpendapat bahwa Alkohol adalah khamar Lin najis adalah Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub, MA, yang menjelaskan dalam disertasinya.

2. Alkohol Bukan Khamar

Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa Alkkohol bukan termasuk Khamar, juga punya argumentasi yang sulit dibantah. Di antaranya: 

a. Alkohol Terdapat Secara Alami Dalam Makanan

Alkohol itu terdapat pada banyak buah-buahan secara alami. Prof. Made Astawan, ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), mengatakan hahwa setiap buah dan sayuran mengandung ethanol (salah satu unsur alkohol). Unsur ini akan semakin dominan bila buah dan sayur mengalami pembusukan (fermentasi).

Dr. Handrawan Naedesul, redaktur ahli Tabloid SENIOR mengatakan bahwa setiap buah dundikasikan memiliki kandungan alkohol. Contoh yang jelas adalah nangka dan durian, kadar alkohol buah tersebut di bawah lima persen. Anggur segar diperkirakan mengandung Alkohol kira-kira 0,52mg/Kg

Kalau Alkohol itu khamar, lalu bagaimana dengan semua makanan sehat dan halal di atas? Kita tidak pernah mendengar ada fatwa ulama dimana pun yang mengharamkan semua makanan di atas, hanya semata- mata karena dianggap mengandung Alkohol. Dan alasan dimaafkan tentu bukan alasan yang tepat, sebab kalau memang Alkohol itu khamar, tentunya banyak atau sedikit seharusnyatetap dianggap haram.

b. Alkohol Tidak Dikonsumsi

Di antara argumentasi bahwa Alkohol bukan khamar adalah pada kenyataannya, Alkohol tidak pernah dikonsumsi oleh manusia secara langsung. Dengan kata lain, pada dasarnya Alkohol itu memang bukan minuman yang lazim dikonsumsi, dan orang tidak mejadikan Alkohol murni sebagai minuman untuk bermabuk-mabukan.

Orang yang minum Alkohol murni, atau setidaknya yang kandungannya 70% sepeti yang banyak dijual di apotek, dia tidak akan mengalami mabuk, tetapi langsung meninggal dunia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa Alkohol bukan khamar, sebab pengertian khamar adalah makanan atau minuman yang kalau dikonsumsi tidak akan langsung membuat peminumnya meninggal dunia, melainkan akan membuat pelakunya mengalami mabuk.

Sedangkan Alkohol murni tidak membikin seseorang mabuk, tetapi langsung meninggal Maka kesimpulannya, Alkohol bukan khamar melainkan racun. Sebagai racun, Alkohol memang haram dikonsumsi, karena memberi madharat atau membahayakan dan nyawa kita. Pembahasan tentang makanan yang membahayakan adalah kriteria ketiga dalam ketentuan makanan haram.

c. Banyak Benda Memabukkan Tidak Ber-Alkohol 

Pendapat bahwa Alkohol itu bukan khamar juga dikuatkan dengan kenyataan bahwa begitu banyak benda-benda yang memabukkan, atau termasuk ke dalam kategori khamar, tetapi justru tidak mengandung Alkohol.

Misalnya daun ganja yang dibakar dan asapnya dihirup ke paru- paru, sebagaimana yang dilakukan oleh para penghisap ganja. Asap itu mengakibatkan mereka mabuk dalam arti yang sebenarnya. Namun kalau diteliti lebih seksama, baik daun ganja maupun asapnya, tidak mengandung Alkohol.

Pil dan obat-obatan terlarang yang sering digunakan oleh para pemabuk untuk teler, rata-rata justru tidak mengandung kandungan Alkohol. Demikian juga dengan opium, shabu-shabu, ekstasy dan lainnya, rata-rata tidak beralkohol. Tetapi semua orang yang mengkonsumsinya dipastikan akan mabuk

Artinya, Alkohol belum tentu khamar. Dan sebaliknya, khamar belum tentu mengandung Alkohol.

d. Asal Semua Benda Suci

Kalau kita perhatikan lebih saksama, tidak ada satu pun ayat Al- Quran yang mengharamkan Alkohol. Bahkan kata alkohol itu tidak kita dapati dalam 6000-an lebih ayat Al-Quran.

Kita juga idak menemukan satu pun hadis Nabawi yang mengharamkan Alkohol, padahal jumlah hadis Nabawi bisa mencapai taan. Yang disebutkan keharamannya di dalam kedua sumber agama itu hanyalah khamar.

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, mengundi nasih dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan Makn jauhilah perbuatan perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah: 90)

Dan sesuai dengan makna bahasa pada masa itu, khamar adalah minuman hasil perasan anggur atau kurma yang telah mengalami fermentasi pada tingkat tertentu sehingga menimbulkan gejala iskar. Lalu, bagaimana bisa kita mengharamkan ganja, mariyuana, opium, narkotika, dan yang lainnya sementara nama-nama tersebut juga tidak disebutkan dalam kitabullah dan sunah Rasul-Nya? Apakah benda-benda itu halal dikonsumsi?


Jawabnya tentu tidak. Alasannya, benda-benda tersebut punya kesamaan sifat dan 'illat dengan khamar, yaitu memabukkan orang yang mengonsumsinya. Karena daya memabukkannya itulah benda-benda tersebut diharamkan dan juga disebut khamar.

Banyak jenis makanan dan minuman yang diduga mengandung khamar, antara lain bahan-bahan yang disinyalir memiliki kandungan alkohol.

Meskipun demikian, bukan berarti semua bahan makanan yang mengandung alkohol secara otomatis dianggap khamar. Perlu diingat bahwa khamar tidak identik dengan alkohol sebagaimana alkohol juga tidak selalu menjadi khamar.



Hukum Tato

Jumhur ulama umumnya sepakat membuat tato pada tubuh manusia hukumnya haram. Ada banyak dalil terkait dengan tato, baik di dalam Al-Quran Al...