Saturday, February 11, 2023

Mensucikan Pakaian Terkena Najis



Apabila pakaian seseorang terkena najis, maka pakaian itu tidak memenuhi syarat untuk dikenakan dalam shalat dan berbagai ibadah ritual lainnya. Allah SWT berfirman:

Dan pakaianmu, bersihkanlah. (QS. Al-Muddatstsir :4)

Untuk itu, bila najisnya masih terlokalisir pada bagian tertentu, maka pada bagian yang terkena najis itu harus dibersihkan, baik dengan dicuci atau dengan cara-cara lainnya.

1. Pencucian

Sudah tidak perlu diperdebatkan lagi bahwa hampir secara keseluruhan proses pensucian najis dilakukan dengan cara mencuci benda itu dengan air agar hilang najisnya. Baik najis ringan, sedang maupun berat. 

Dan umumnya para ulama mengatakan bahwa najis itu punya tiga indikator, yaitu warna, rasa dan aroma. Sehingga proses pensucian lewat mencuci dengan air itu dianggap telah mampu menghilangkan najis manakala telah hilang warna, rasa dan aroma najis setelah dicuci. 

2. Mengesetkan Alas Kaki 

Bila yang terkena adalah alas kaki seperti sepatu atau sendal, maka salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengesetkan sandal atau sepatu yang terkena najis ke tanah tanpa tanpa mencucinya. Dan hal itu dibenarkan dalam syariah Islam, sebagaimana hadits berikut ini:

Dari Abi Said Al Khudri berkata bahwasanya Rasulullah SAWshalat kemudian melepas sandalnya dan orang-orang pun ikut melepas sandal mereka, ketika selesai beliau bertanya: "Kenapa kalian melepas sandal kalian?" mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, kami melihat engkau melepas sandal maka kami juga melepas sandal kami," beliau bersabda: "Sesungguhnya Jibril menemuku dan mengabarkan bahwa ada kotoran di kedua sandalku, maka jika di antara kalian mendatangi masjid hendaknya ia membalik sandalnya lalu melihat apakah ada kotorannya, jika ia melihatnya maka hendaklah ia gosokkan kotoran itu ke tanah, setelah itu hendaknya ia shalat dengan mengenakan keduanya." (HR. Ahmad)

Di dalam hadits yang lain disebutkan juga perihal mengeset sendal ke tanah sebelum shalat.

Bila sepatu atau sandal kalian terkena najis maka keset-kesetkan ke tanah dan shalatlah dengan memakai sendal itu. Karena hal itu sudah mensucikan (HR. Abu Daud)


3. Di Atas Tanah


Salah satu bentuk pensucian yang pernah dilakukan di masa Rasulullah SAW adalah benda yang terkena najis itu terseret-seret di atas tanah.

Dalam hal ini kisahnya terjadi pada salah satu istri Rasulullah SAW, yaitu Ummu Salamah radhiyallahuanha. Beliau bercerita tentang pakaiannya yang panjang menjuntai ke tanah, sehingga kalau berjalan, ujung pakaiannya menyentuh tanah dan terserat-seret kemana beliau pergi.

Ketika disebutkan bahwa ujung pakaian itu terkena najis, Rasulullah SAW menngomentari bahwa najis itu dianggap telah hilang, karena ujung pakaian istrinya itu selalu menyentuh tanah sambil terseret.

Dari Ummi Salamah radhiyallahuanda berkata, "Aku adalah wanita yang memanjangkan ujung pakaianku dan berjalan ke tempat yang kotor. Rasulullah SAW berkata, "Apa yang sesudahnya mensucikannya". (HR. Abu Daud).

Para ulama dari berbagai mazhab seperti mazhab Al-Hanafiyah, Al- Malikiyah dan Al-Hanabilah menerima pensucian secara otomatis ini berdasarkan hadits di atas.

Mazhab Asy-Syafi'iyah, yang menerimanya dengan syarat asalkan najisnya itu kering, bukan najis yang basah. Kalau najisnya basah, terseret- seret di atas tanah itu tidak cukup sebagai cara untuk mensucikan, dan tetap harus dicuci terlebih dahulu.

Mazhab Al-Hanabilah menerima bahwa terseretnya ujung pakaian yang terkena najis di atas tanah memang mensucikan najis itu, asalkan najisnya tidak terlalu banyak. Hanya najis yang sedikit saja yang bisa disucikan dengan cara itu.

4. Pengerikan

Disebutkan di dalam salah satu hadits shahih bahwa Aisyah radhiyallahuanha mengerok (mengerik) bekas mani Rasulullah SAW yang sudah mengering di pakaian beliau dengan kukunya.

Dahulu Aku mengerik bekas mani Rasulullah SAW bila sudah mengering (HR. Muslim)

Hadits ini oleh jumhur ulama dijadikan dasar bahwa hukum air mani itu najis. Dan kalau kita memakai pendapat jumhur ulama bahwa air mani itu najis, maka pengerikan atau pengerokan dengan kuku yang dilakukan Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahuanha adalah salah satu cara mensucikan benda yang terkena najis.

Syaratnya, air mani itu sudah kering dan biasanya menyisakan lilin yang padat dan menempel di pakaian. Pengerikan itu sudah cukup untuk mensucikan itu dari najisnya air mani. 

Air Mani, Najiskah?

Para ulama memang berbeda pendapat tentang hukum najisnya air mani. Jumhur ulama seperti mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, dan Al- Hanbilah mengatakan bahwa air mani itu hukumnya najis.

Sedangkan mazhab Asy-Syafiziyah mengatakan bahwa meski semua benda yang keluar dari kemaluan depan atau belakang itu najis, tetapi air mani dan turunannya adalah pengecualian. Dan apa yang dikatakan itu bukan tanpa dasar, sebab kita menemukan bahwa Rasulullah SAW sendiri yang mengatakan bahwa mani itu tidak najis. 

Dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang hukum air mani yang terkena pakaian. Beliau SAW menjawab, "Air mani itu hukumnya seperti dahak atau lendir, cukup bagi kamu untuk mengelapnya dengan kain. (HR. Al-Baihaqi)

No comments:

Post a Comment

Hukum Tato

Jumhur ulama umumnya sepakat membuat tato pada tubuh manusia hukumnya haram. Ada banyak dalil terkait dengan tato, baik di dalam Al-Quran Al...