Friday, January 27, 2023

Menyambung Rambut

Wanita yang menyambung rambut dengan rambut orang lain disebut al-washilah, sedangkan wanita yang meminta agar rambutnya disambung dengan menggunakan rambut orang lain disebut al-mustaushilah.

Keduanya adalah bentukan dari kata dasar washila yang artanya menyambung rumbut.

1. Menggunakan Rambut Manusia

Yang disepakati umumnya oleh para ulama tentang keharaman menyambung rambut adalah bila sambungan itu terbuat dari rambut manusia (adami), sedangkan bila bahan rambut itu dari benda lain, maka para ulama berbeda pendapat

a. Jumbur Ulama

Jumbur fuqaha termasuk di dalamnya Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah Asy Syafiyah dan Al-Hanabilah seluruhnya sepakat bahwa menyambung rambut dengan rambut manusia (adami) hukumnya haram. Baik rambut sambungan itu berasal dari rambut laki-laki maupun dari rambut seorang perempuan.

Dalil yang mereka pergunakan adalah hadits nabawi berikut ini :

Dari Asma binti Abi Bakr radhiyallahuanho bahwa ada seorang perempuan yang menghadap Rasulullah SAW lalu berkata, "Telah kunikahkan anak gadisku setelah ini dia sakit sehingga semua rambut kepalanya rontok dan suaminya memintaku segera mempertemukannya dengan anak gadisku, apakah aku boleh menyambung rambut kepalanya Rasulullah lantas melaknat perempuan yang menyambung rambut dan perempuan yang meminta agar rambutnya disambung" (HR. Bukhari dan Muslim)

Selain hadits di atas, para ulama juga mengharamkannya dengan dasar hadits yang lain

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, "Allah melaknat perempuan yang menyambung rambutnya dan perempuan yang meminta agar rumbutnya disambung. (HR. Bukhari).

Adanya laknat untuk suatu amal itu menunjukkan bahwa amal tersebut hukumnya adalah haram. Dan juga ada hadits lainnya lagi yang tegas mengharamkan seseorang menyambung rambut dengan rambut manusia.

Dari Humaid bin Abdirrahman, dia mendengar Muawiyah bin Abi Sufyan saat musim haji di atas mimbar lalu mengambil sepotong rambut yang sebelumnya ada di tangan pengawalnya lantas berkata, "Wahai penduduk Madinah dimanakah ulama kalian aku mendengar nabi SAW bersabda melarang benda semisal ini dan beliau bersabda, 'Bani Israil Binasa hanyalah ketika perempuan-perempuan mereka memakai ini (yaitu menyambung rambut' (HR. Bukhari dan Muslim)

b. Pendapat Sebagian Al-Hanabilah

Namun ternyata ada juga sebagian pendapat yang masih membolehkan seorang wanita menyambung rambutnya dengan menggunakan rambut manusia (adami), yaitu satu qaul (pendapat) dari sebagian ulama Al-Hanabilah. 

Namun mereka mensyaratkan hal itu harus dengan seizin suaminya.Pendapat ini mengisyaratkan -wallahua'lam bahwa illat dari diharamkannya menyambung rambut buat wanita adalah bab penipuan. Maksudnya, seorang wanita diharamkan menipu suaminya, seolah-olah rambutnya lebat dan bagus, pahala rambut itu hanyalah rambut palsu.

Ada pun bila suami sudah tahu bahwa rambut itu hanyalah rambut palsu dan bukan rambut asli, maka 'illat keharamannya sudah tidak ada lagi.

2. Menggunakan Rambut Hewan

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menyambung rambut dengan menggunakan rambut atau bulu hewan. Mengingat bahwa keharaman menyambung rambut ini sebenarnya terbatas pada rambut manusia asli. Maksudnya, rambut sambungan itu memang benar-benar rambut manusia, yang sengaja dibuat sedemikian rupa untuk dijadikan sambungan. Seperti umumnya konde atau gelungan yang umumnya dipakai oleh kaum Hawa ketika mengenakan kebaya tradisional

Namun jika yang dijadkan sambungan itu bukan rambut manusia, namun rambut hewan, maka para ulama berbeda pandangan.

a. Al-Hanafiyah

Ulama Al-Hanafiyah dan sebagian ulama Al-Hanabilah mengatakan bahwa hukumnya dibolehkan apabila seorang wanita menyambung rambutnya dengan rambut atau bulu hewan.

b. Al-Malikiyah

Pendapat sebaliknya dari Al-Malikiyah dan sebagian ulama Al-Hanabilah. Mereka tetap bersikeras untuk mengharamkan seorang wanita menyambung rambut, meski pun dengan menggunakan rambut atau bulu hewan sekali pun.

Dalam hal ini sepertinya mereka memutlakkan pengharamannya berdasarkan nash-nash hadits secara zhahir, tanpa mempedulikan 'illat pengharamannya. Dan menyambung rambut dengan rambut atau bulu hewan dianggap termasuk juga dalam pengharaman secara umum.

c. As-Syafi'iyah 

Mazhab Asy-Syafi'iyah dalam hal ini membedakan berdasarkan rambut atau bulu hewan. Bila rambut atau bulu itu termasuk benda najis, maka hukum untuk menggunakannya sebagai sambungan rambut ikut menjadi haram juga. Sebaliknya, bila rambut atau bulu itu termasuk benda yang tidak najis, maka hukumnya ikut menjadi boleh.

Rambut atau bulu yang termasuk najis menurut mazhab ini adalah yang diambil dari bangkai, atau dari hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan ketika terlepas dari tubuh hewan itu saat masih hidup.

Bila yang dipakai adalah rambut atau hewan yang bukan najis, dalam hal ini mereka membedakan berdasarkan keadaan wanita yang menyambung rambutnya. 

- Tidak Bersuami

Wanita yang tidak bersuami diharamkan menambung rambut dengan menggunakan rambut atau bulu hewan.

- Bersuami

Bila wanita itu sudah bersuami, maka ada tiga pendapat. Pertama, tetap haram sesuai zhahirnya hadits. Kedua, sama sekali tidak diharamkan. Ketiga, bila dilakukan atas seizin suaminya, maka hukumnya boleh.

3.  Rambut Buatan

Yang dimaksud dengan rambut buatan adalah selain rambut manusia dan hewan. Dalam hal ini kita juga menemukan perbedaan pendapat di kalangan ulama:

a. Mazhab Al-Hanafiyah

Mazhab Al-Hanafiyah, dan juga Al-Hanabilah dalam mazhabnya, serta pendapat Al-Laits, Abu Ubaidah dan juga pendapat para ulama lainnya, menegaskan bahwa selama rambut yang digunakan bukan rambut manusia atau hewan, tetapi rambut buatan, entah dari plastik, nilon atau sutera, maka hukumnya tidak dilarang.

Dasarnya adalah atsar dari Aisyah radhiyallahuanha yang menjelaskan detail maksud dari larangan Nabi SAW 

Dari Sa'ad al Iskaf dari Ibnu Syuraih, Aku berkata kepada Aisyah bahwasanya Rasulullah melaknat perempuan yang menyambung rambutnya. 

Aisyah lantas berkomentar:

Subhanallah, tidaklah mengapa bagi seorang perempuan yang jarang- jarang rambutnya untuk memanfaatkan bulu domba untuk digunakan sebagai penyambung rambutnya sehingga dia bisa berdandan di hadapan suaminya. Yang dilaknat Rasulullah SAW hanyalah seorang perempuan yang rambutnya sudah dipenuhi uban dan usianya juga sudah lanjut lalu dia sambung rambutnya dengan lilitan (untuk menutupi ubannya).

 Maka hukumnya tidak termasuk yang dilarang. Rambut tiruan yang terbuat dari bulu hewan, atau memang buatan pabrik yang berbahan plastik dan bahan-bahan lainnya, para ulama tidak mengharamkannya

b. Pendapat Al-Malikiyah

Pendapat Al-Malikiyah dalam masalah rambut buatan sama sana dengan pendapat mereka ketika menggunakan rambut manusia dan hewan, yaitu mereka tetap bersikeras untuk mengharamkan seorang wanita menyambung rambut, apapun bahannya.

Al-Albani mengatakan bahwa menyambung rambut dengan bukan rambut baik dengan potongan kain ataupun yang lainnya termasuk dalam hal yang terlarang dengan dasar hadist berikut ini :

Dari Qotadah, dari Said bin Musayyib sesungguhnya Muawiyah pada suat hari berkata, "Sungguh kalian telah mengada-adakan perhiasan yang buruk. Sesungguhnya Nabi kalian melarang perbuatan menipu Kemudian datanglah seseorang dengan membawa tongkat Diujung tongkat tersebu terdapat potongan-potongan kain. Muawiyah lantas berkata, "Ingatlah, adalah termasuk tipuan". Qutadah mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah potongan-potongan kain yang dipergunakan perempuan untuk memperbanyak rambutnya (HR. Muslim).

Ibnu Hajar berkomentar bahwa hadits di atas adalah dalil mayoritas ulama untuk melarang menyambung rambut dengan sesuatu apapun baik berupa rambut ataupun bukan rambut.

#fikihkehidupan#menyambungrambut#rambut#fikihwanita

Thursday, January 26, 2023

Hukum Parfum Beralkohol


Hukum alkohol pada parfum sesungguhnya merupakan perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ada yang menganggapnya sebagai najis, dengan dalih bahwa alkohol itu identik dengan khamar. Dan khamar itu dianggap najis oleh mereka. Namun kebanyakan ulama tidak menganggapnya sebagai khamar, sehingga hukum Alkohol berbeda dengan hukum khamar.

1. Alkohol Adalah Khamar

Mereka yang mengatakan bahwa Alkohol adalah khamar menyandarkan pendapat mereka atas dasar bahwa minuman yang asalnya halal, akan menjadi khamar begitu tercampur Alkohol. Padahal sebelum dicampur Alkohol, makanan atau minuman itu tidak memabukkan, dan hukumnya tidak haram.

Maka karena keharaman itu datangnya setelah ada pencampuran dengan Alkohol, maka justru titik keharamannya terletak pada Alkohol itu sendiri. Oleh karena itu menurut pendapat ini, titik keharaman khamar justru terletak pada keberadaan Alkoholnya. Sehingga Alkohol itulah sesungguhnya yang menjadi intisari dari khamar. Atau dalam bahasa lain, Alkohol adalah biangnya khamar.

Maka menurut pendapat ini, semua hukum yang berlaku pada khamar, otomatis juga berlaku pada Alkohol, bahkan lebih utama Misalnya dalam urusan najis, karena jumhur ulama menajiskan khamar. maka otomatis Alkohol pun merupakan benda najis, bahkan biang najis

Ketika para ulama mengatakan bahwa wudhu' menjadi batal karena terkena najis, maka orang yang memakai parfum beralkohol pun terkena najis, sehingga dianggap wudhu'nya dianggap batal. Di antara mereka yang berpendapat bahwa Alkohol adalah khamar Lin najis adalah Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub, MA, yang menjelaskan dalam disertasinya.

2. Alkohol Bukan Khamar

Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa Alkkohol bukan termasuk Khamar, juga punya argumentasi yang sulit dibantah. Di antaranya: 

a. Alkohol Terdapat Secara Alami Dalam Makanan

Alkohol itu terdapat pada banyak buah-buahan secara alami. Prof. Made Astawan, ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), mengatakan hahwa setiap buah dan sayuran mengandung ethanol (salah satu unsur alkohol). Unsur ini akan semakin dominan bila buah dan sayur mengalami pembusukan (fermentasi).

Dr. Handrawan Naedesul, redaktur ahli Tabloid SENIOR mengatakan bahwa setiap buah dundikasikan memiliki kandungan alkohol. Contoh yang jelas adalah nangka dan durian, kadar alkohol buah tersebut di bawah lima persen. Anggur segar diperkirakan mengandung Alkohol kira-kira 0,52mg/Kg

Kalau Alkohol itu khamar, lalu bagaimana dengan semua makanan sehat dan halal di atas? Kita tidak pernah mendengar ada fatwa ulama dimana pun yang mengharamkan semua makanan di atas, hanya semata- mata karena dianggap mengandung Alkohol. Dan alasan dimaafkan tentu bukan alasan yang tepat, sebab kalau memang Alkohol itu khamar, tentunya banyak atau sedikit seharusnyatetap dianggap haram.

b. Alkohol Tidak Dikonsumsi

Di antara argumentasi bahwa Alkohol bukan khamar adalah pada kenyataannya, Alkohol tidak pernah dikonsumsi oleh manusia secara langsung. Dengan kata lain, pada dasarnya Alkohol itu memang bukan minuman yang lazim dikonsumsi, dan orang tidak mejadikan Alkohol murni sebagai minuman untuk bermabuk-mabukan.

Orang yang minum Alkohol murni, atau setidaknya yang kandungannya 70% sepeti yang banyak dijual di apotek, dia tidak akan mengalami mabuk, tetapi langsung meninggal dunia. Kenyataan ini menunjukkan bahwa Alkohol bukan khamar, sebab pengertian khamar adalah makanan atau minuman yang kalau dikonsumsi tidak akan langsung membuat peminumnya meninggal dunia, melainkan akan membuat pelakunya mengalami mabuk.

Sedangkan Alkohol murni tidak membikin seseorang mabuk, tetapi langsung meninggal Maka kesimpulannya, Alkohol bukan khamar melainkan racun. Sebagai racun, Alkohol memang haram dikonsumsi, karena memberi madharat atau membahayakan dan nyawa kita. Pembahasan tentang makanan yang membahayakan adalah kriteria ketiga dalam ketentuan makanan haram.

c. Banyak Benda Memabukkan Tidak Ber-Alkohol 

Pendapat bahwa Alkohol itu bukan khamar juga dikuatkan dengan kenyataan bahwa begitu banyak benda-benda yang memabukkan, atau termasuk ke dalam kategori khamar, tetapi justru tidak mengandung Alkohol.

Misalnya daun ganja yang dibakar dan asapnya dihirup ke paru- paru, sebagaimana yang dilakukan oleh para penghisap ganja. Asap itu mengakibatkan mereka mabuk dalam arti yang sebenarnya. Namun kalau diteliti lebih seksama, baik daun ganja maupun asapnya, tidak mengandung Alkohol.

Pil dan obat-obatan terlarang yang sering digunakan oleh para pemabuk untuk teler, rata-rata justru tidak mengandung kandungan Alkohol. Demikian juga dengan opium, shabu-shabu, ekstasy dan lainnya, rata-rata tidak beralkohol. Tetapi semua orang yang mengkonsumsinya dipastikan akan mabuk

Artinya, Alkohol belum tentu khamar. Dan sebaliknya, khamar belum tentu mengandung Alkohol.

d. Asal Semua Benda Suci

Kalau kita perhatikan lebih saksama, tidak ada satu pun ayat Al- Quran yang mengharamkan Alkohol. Bahkan kata alkohol itu tidak kita dapati dalam 6000-an lebih ayat Al-Quran.

Kita juga idak menemukan satu pun hadis Nabawi yang mengharamkan Alkohol, padahal jumlah hadis Nabawi bisa mencapai taan. Yang disebutkan keharamannya di dalam kedua sumber agama itu hanyalah khamar.

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, mengundi nasih dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan Makn jauhilah perbuatan perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah: 90)

Dan sesuai dengan makna bahasa pada masa itu, khamar adalah minuman hasil perasan anggur atau kurma yang telah mengalami fermentasi pada tingkat tertentu sehingga menimbulkan gejala iskar. Lalu, bagaimana bisa kita mengharamkan ganja, mariyuana, opium, narkotika, dan yang lainnya sementara nama-nama tersebut juga tidak disebutkan dalam kitabullah dan sunah Rasul-Nya? Apakah benda-benda itu halal dikonsumsi?


Jawabnya tentu tidak. Alasannya, benda-benda tersebut punya kesamaan sifat dan 'illat dengan khamar, yaitu memabukkan orang yang mengonsumsinya. Karena daya memabukkannya itulah benda-benda tersebut diharamkan dan juga disebut khamar.

Banyak jenis makanan dan minuman yang diduga mengandung khamar, antara lain bahan-bahan yang disinyalir memiliki kandungan alkohol.

Meskipun demikian, bukan berarti semua bahan makanan yang mengandung alkohol secara otomatis dianggap khamar. Perlu diingat bahwa khamar tidak identik dengan alkohol sebagaimana alkohol juga tidak selalu menjadi khamar.



Hukum Tato

Jumhur ulama umumnya sepakat membuat tato pada tubuh manusia hukumnya haram. Ada banyak dalil terkait dengan tato, baik di dalam Al-Quran Al...